SATU JENGKAL DI SAMPINGMU #5

Jam istirahat berbunyi. Kali ini aku memutuskan untuk tidak pergi ke kantin bersama teman-teman yang lain. Dengan alasan, sudah sarapan dirumah. Ah, belakangan ini aku sangat sering berbohong. Semenjak Audrey bercerita tentang jadian nya tadi pagi, aku sangat tak bersemangat hari ini. Banyak pertanyaan yang ingin ku lontarkan pada diriku sendiri. Dan kali ini aku harus memilih diantara 2 pilihan. Bangkit atau bertahan. Buat apa bertahan? Toh, aku ini tak pernah dianggap lebih oleh Ray. Dan aku pun takkan mungkin merebut Ray dari Audrey. Cinta milik Audrey lebih besar dari yang ku miliki, Audrey pun sahabat terbaikku. Sudah 3 tahun ini ia menjadi tempat ku bersandar, 3 tahun ini ia menjadi teman sebangku ku. Banyak kisah yang telah kita lewati bersama. Namun, entah mengapa kita tak pernah membicarakan tentang perasaan yang selama ini kita pendam sendiri. Dan pada ujungnya akan melukai sebuah hati. Lebih tepatnya hatiku.

Aku termenung di koridor kelas. Menatap ke sekelilingku. Semua kelas sepi. Minoritas sekali anak-anak yang memilih berdiam di kelas. Aku ingin menangis, tapi tak bisa. Aku ingin berteriak, tapi aku memilih bungkam. Aku ingin tertawa, tapi aku tak mau menambah kebohongan. Aku memilih diam. Bagiku diam adalah solusi yang tepat untuk memperbaiki suasana hati.
Aku melayangkan pandangan ku ke koridor kelas 9. Koridor sudah mulai ramai, dan di tengah keramaian itulah aku menemukan Reza. Sepertinya hanya ada kami berdua di tengah keramaian ini. Aku melemparkan senyum padanya, dan perlahan tapi pasti ia membalas senyumku. Reza, satu kuncup bunga ditengah padang pasir. Penyembuh luka di tengah patah hati yang kurasakan.
Aku memutuskan untuk mendekati Reza lagi. Entah sudah berapa kali aku mendekatinya, tak pernah ku pedulikan. Bukankah aku yang menyukai Reza terlebih dahulu, daripada Reza menyukai ku? Dan bukankah seharusnya aku memperjuangkan rasa ini? Kali ini aku ingin bergerak lebih cepat. Aku tak ingin jatuh di lobang yang sama. Aku ingin mengungkapkan perasaan ini pada Reza. Tak peduli apa jawabannya, yang terpenting rasa ini tersampaikan dengan sempurna.
Ketika aku duduk di sampingnya, banyak teman-teman Reza yang menyoraki kami berdua. Aku hanya bisa tertawa geli. Sebagian besar dari teman Reza, ia juga teman ku sewaktu kelas VIII, jadi aku hanya bersikap biasa-biasa saja.
“Ciee... ciee Reza dideketin Melodi. Mimpi apaan lo, bro tadi malem. Hahaha.” sorakan salah satu anak dari mereka.
“Mel, ada apa lagi?” tanya Reza.
            “Mau ngebalikin buku kamu. Nih.” aku menyerahkan buku catatan matematika Reza yang kemarin ku pinjam.
            Reza mengambilnya perlahan. Setelah itu, ia tidak bicara sepatah kata pun.
            “Nanti gladiresik kan, Za?” aku mengayun-ayunkan kakiku. Berusaha untuk tidak bersikap gerogi.
            Ia mengangguk. Hanya mengangguk.
            Ah, menyebalkan.

            Aku berusaha untuk mengatakan Aku menyukaimu pada Reza. Tapi, lidah ku menjadi kelu. Sorak-sorakan itu malah memperparah suasana. Lain kali aku akan mengungkapkanya. Yap, tapi secepat mungkin. Lamunan ku terhenti, aku menoleh ke arah Reza. Tapi dia telah pergi berjalan menuju kelasnya. Aku hanya bisa memandang punggung nya hingga ia menghilang di balik pintu kelas. Aku tersenyum.

bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hijrahku | Chapter 1 : Meninggalkan Kpop #CaramelNewStory

SATU JENGKAL DI SAMPINGMU #6

Memilih